Selasa, 25 Maret 2014

Nikah Adat Sunda..:-)

Susunan (Tata Cara) Upacara Nikah Adat
Sunda
Pernikahan memang satu upacara sakral yang
diharapkan sekali seumur hidup. Bentuk
pernikahan banyak sekali bentuknya dari yang
paling simple, dan yang ribet karena
menggunakan upacara adat. Seperti pernikahan
adat Sunda ini, kekayaan budaya tatar Sunda
bisa dilihat juga lewat upacara pernikahan
adatnya yang diwarnai dengan humor tapi tidak
menghilangkan nuansa sakral dan khidmat.
Ada beberapa acara yang harus dilakukan
untuk melangsungkan pernikahan, mulai dari
lamaran dan lainnya.
Ada Neundeun Omong (Menyimpan Ucapan):
Yaitu, Pembicaraan orang tua atau pihak Pria
yang berminat mempersunting seorang gadis .
Dalam pelaksanaannya neundeun omong
biasanya, seperti berikut ini :
Pihak orang tua calon pengantin
bertamu kepada calon besan (calon
pengantin perempuan). Berbincang
dalam suasana santai penuh canda
tawa, sambil sesekali diselingi
pertanyaan yang bersifat menyelidiki
status anak perempuannya apakah
sudah ada yang melamar atau atau
masih (belum punya pacar)
Pihak orang tua (calon besan) pun
demikian dalam menjawabnya penuh
dengan benyolan penuh dengan siloka
Walapun sudah sepakat diantara kedua
orang tua itu, pada jaman dahulu
kadang-kadang anak-anak mereka
tidak tahu.
Di beberapa daerah di wilayah
pasundan kadang-kadang ada yang
menggunakan cara dengan saling
mengirimi barang tertentu. Seperti
orang tua anak laki-laki mengirim
rokok cerutu dan orang tua anak
perempuan mengerti dengan maksud
itu, maka apabila mereka setuju akan
segera membalasnya dengan
mengirimkan benih labu siam (binih
waluh siam). Dengan demikian maka
anak perempuannya itu sudah
diteundeunan omong (disimpan
ucapannya).
Narosan (Lamaran) : Dilaksanakan oleh orang
tua calon pengantin beserta keluarga dekat,
yang merupakan awal kesepakatan untuk
menjalin hubungan lebih jauh. Pada
pelaksanaannya orang tua anak laki-laki
biasanya sambil membawa barang-barang,
seperti yaitu :
Lemareun , (seperti daun sirih, gambir,
apu )
Pakaian perempuan
Cincin meneng
Beubeur tameuh (ikat pinggang sang
suka dipakai kaum perempuan
terutama setelah melahirkan
Uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah
yang akan dibawa pada waktu
seserahan
Barang-barang yang dibawa dalam
pelaksanaan upacara ngalamar itu tidak lepas
dari simbol dan makna seperti :
Sirih, bentuknya segi tiga meruncing ke
bawah kalau dimakan rasanya pedas.
Gambir rasanya pahit dan kesat. Apu
rasanya pahit. Tapi kalau sudah
menyatu rasanya jadi enak dan dapat
menyehatkan tubuh dan mencegah bau
mulut.
Cincin meneng yaitu cincin tanpa
sambungan mengandung makna bahwa
rasa kasih dan sayang tidak ada
putusnya
Pakaian perempuan, mengandung
makna sebagai tanda mulainya
tanggung jawab dari pihak laki-laki
kepada perempuan
Beubeur tameuh , mengandung makna
sebagai tanda adanya ikatan lahir dan
batin antara kedua belah pihak
Tunangan : Pada tunangan dilakukan patukeur
beubeur tameuh, yaitu penyerahan ikat
pinggang warna pelangi atau polos pada si
gadis.
Seserahan : Dilakukan 3-7 hari sebelum
pernikahan, yaitu calon pengantin pria
membawa uang, pakaian, perabot rumah
tangga, perabot dapur, makanan dan lainnya.
Seminggu atau 3 hari menjelang peresmian
pernikahan, di rumah calon mempelai
berlangsung sejumpah persiapan yang
mengawali proses pernikahan, yaitu Ngebakan
atau Siraman. Berupa acara memandikan calon
pengantin agar bersih lahir dan batin, acara
berlangsung siang hari di kediaman masing-
masing calon mempelai. Bagi umat muslim,
acara ini terlebih dahulu diawali dengan
pengajian. Tahapan acara siraman adalah:
Ngecagkeun Aisan. Calon pengantin
wanita keluar dari kamar dan secara
simbolis digendong oleh sang ibu,
sementara ayah calon pengantin wanita
berjalan di depan sambil membawa
lilin menuju tempat sungkeman.
Upacara ini dilaksanakan sehari
sebelum resepsi pernikahan, sebagai
simbol lepasnya tanggung jawab orang
tua calon pengantin. Property yang
digunakan:
Palika atau pelita atau
menggunakan lilin yang
berjumlah tujuh buah. Hal ini
mengandung makna yaitu
rukun iman dan jumlah hari
dalam seminggu
Kain putih, yang mengandung
makna niat suci
Bunga tujuh rupa, mengandung
makna bahwa perilaku kita,
selama tujuh hari dalam
seminggu harus wangi yang
artinya baik.
Bunga hanjuang, mengandung
makna bahawa kedua calon
pengantin akan memasuki
alam baru yaitu alam berumah
tangga.
Langkah-langkah upacara ini adalah:
Orang tua calon pengantin perempuan
keluar dari kamar sambil membawa
lilin/ palika yang sudah menyala,
Kemudian di belakangnya diikuti oleh
calon pengantin peremupan sambil
dililit (diais )oleh ibunya.
Setelah sampai di tengah rumah
kemudian kedua orang tua calon
pengantin perempuan duduk dikursi
yang telah dipersiapkan
Untuk menambah khidmatnya suasana
biasanya sambil diiring alunan kecapi
suling dalam lagu ayun ambing.
Ngaras
Permohonan izin calon mempelai wanita
kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua
orangtua pelaksanaan upacara ini dilaksanakan
setelah upacara ngecagkeun aisan.
Pelaksaannya sebagai berikut:
Calon pengantin perempuan bersujud
dipangkuan orang tuanya sambil berkata:
“Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya,
jembar
manah ti salira. Ngahapunteun kana sugrining
kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing
pisan sim abdi seja nohonan sunah rosul.
Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu’a
ti salira.”
Orang tua calon perempuan menjawab sambil
mengelus kepala anaknya:
“Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah
salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu
bagja ti Ema sareng ti Bapa mah, pidu’a sareng
pangampura, dadas keur hidep sorangan
geulis”
Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin
perempuan membawa anaknya ke tempat
siraman untuk melaksanakan upacara siraman.
Pencampuran air siraman. Kedua
orangtua menuangkan air siraman ke
dalam bokor dan mengaduknya untuk
upacara siraman.
Siraman. Diawali musik kecapi suling,
calon pengantin wanita dibimbing oleh
perias menuju tempat siraman dengan
menginjak 7 helai kain. Siraman calon
pengantin wanita dimulai oleh ibu,
kemudian ayah, disusul oleh para
sesepuh. Jumlah penyiram ganjil; 7, 9
dan paling banyak 11 orang. Secara
terpisah, upacara yang sama dilakukan
di rumah calon mempelai pria.
Perlengkapan yang diperlukan adalah
air bunga setaman (7 macam bunga
wangi), dua helai kain sarung, satu
helai selendang batik, satu helai
handuk, pedupaan, baju kebaya, payung
besar, dan lilin.
Pelaksanaan upacara siraman seperti berikut:
1. Sesudah membaca doa, Ayah calon
pengantin langsung menyiramkan air
dimulai dari atas kepala hingga ujung
kakunya. Setelah itu diteruskan oleh
Ibunya sama seperti tadi. Dan
dilanjutkan oleh kerabat yang harus
sudah menikah.
2. Pada siraman terakhir biasanya
dilakukan dengan malafalkan
jangjawokan (mantra) seperti berikut:
cai suci cai hurip
cai rahmat cai nikmat
hayu diri urang mandi
nya mandi jeung para Nabi
nya siram jeung para Malaikat
kokosok badan rohani
cur mancur cahayaning Allah
cur mancur cahayaning ingsun
cai suci badan suka
mulih badan sampurna
sampurna ku paraniam
Potong rambut atau Ngerik . Calon
mempelai wanita dipotong rambutnya
oleh kedua orangtua sebagai lambing
memperindah diri lahir dan batin.
Dilanjutkan prosesi ngeningan (dikerik
dan dirias), yakni menghilangkan
semua bulu-bulu halus pada wajah,
kuduk, membentuk amis cau/sinom ,
membuat godeg , dan kembang turi.
Perlengkapan yang dibutuhkan: pisau
cukur, sisir, gunting rambut, pinset, air
bunga setaman, lilin atau pelita,
padupaan, dan kain mori/putih.
Biasanya sambil dilantunkan
jangjawokan juga:
Peso putih ninggang kana kulit putih
Cep tiis taya rasana
Mangka mumpung mangka melung
Maka eunteup kana sieup
Mangka meleng ka awaking, ngeunyeuk
seureuh
Rebutan Parawanten. Sambil menunggu
calon mempelai dirias, para tamu
undangan menikmati acara rebutan
hahampangan danbeubeutian. Juga
dilakukan acara pembagian air
siraman.
Suapan terakhir. Pemotongan tumpeng
oleh kedua orangtua calon mempelai
wanita, dilanjutkan dengan menyuapi
sang anak untuk terakhir kali masing-
masing sebanyak tiga kali.
Tanam rambut. Kedua orangtua
menanam potongan rambut calon
mempelai wanita di tempat yang telah
ditentukan.
Lalu dilanjutkan dengan Ngeuyeuk Seureuh .
Kedua calon mempelai meminta restu pada
orangtua masing-masing dengan disaksikan
sanak keluarga. Lewat prosesi ini pula
orangtua memberikan nasihat lewat lambang
benda-benda yang ada dalam prosesi.
Lazimnya, dilaksanakan bersamaan dengan
prosesi seserahan dan dipimpin oleh Nini
Pangeuyeuk (juru rias). Kata ngeuyeuk seureuh
sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang ngartinya
mengolah. Acara ini biasanya dihadiri oleh
kedua calon pengantin beserta keluarganya
yang dilaksanakan pada malam hari sebelum
akad nikah.
Pandangan hidup orang Sunda senantiasa
dilandasi oleh tiga sifat utama yakni silih asih,
silih asuh , dan silih asah atau secara literal
diartikansebagai saling menyayangi, saling
menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu
tampak dalam berbagai upacara adat atau
ritual terutama acara ngeuyeuk seureuh.
Diharapkan kedua calon pengantin bisa
mengamalkan sebuah peribahasa kawas gula
jeung peuet (bagaikan gula dengan nira yang
sudah matang) artinya hidup yang rukun,
saling menyayangi dan sebisa mungkin
menghindari perselisihan. Tata cara Ngeuyeuk
Sereuh:
1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai
benang kanteh sepanjang 2 jengkal
kepada kedua calon mempelai. Sambil
duduk menghadap dan memegang
ujung-ujung benang, kedua mempelai
meminta izin untuk menikah kepada
orangtua mereka.
2. Pangeuyeuk membawakan Kidung
berisi permohonan dan doa kepada
Tuhan sambil nyawer (menaburkan
beras sedikit-sedikit) kepada calon
mempelai, simbol harapan hidup
sejahtera bagi sang mempelai.
3. Calon mempelai dikeprak (dipukul
pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi
nasihat untuk saling memupuk kasih
sayang.
4. Kain putih penutup pangeuyeukan
dibuka, melambangkan rumah tangga
yang bersih dan tak ternoda.
Menggotong dua perangkat pakaian di
atas kain pelekat; melambangkan
kerjasama pasangan calon suami istri
dalam mengelola rumah tangga.
5. Calon pengantin pria membelah
mayang jambe dan buah pinang.
Mayang jambe melambangkan hati dan
perasaan wanita yang halus, buah
pinang melambangkan suami istri
saling mengasihi dan dapat
menyesuaikan diri. Selanjutnya calon
pengantin pria menumbuk alu ke dalam
lumping yang dipegang oleh calon
pengantin wanita.
6. Membuat lungkun, yakni berupa dua
lembar sirih bertangkai berhadapan
digulung menjadi satu memanjang, lalu
diikat benang. Kedua orangtua dan
tamu melakukan hal yang sama,
melambangkan jika ada rezeki berlebih
harus dibagikan.
7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua
calon pengantin dan tamu berebut uang
yang berada di bawah tikar sambil
disawer. Melambangkan berlomba
mencari rezeki dan disayang keluarga.
8. Kedua calon pengantin dan sesepuh
membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke
perempatan jalan, simbolisasi
membuang yang buruk dan mengharap
kebahagiaan dalam menempuh hidup
baru.
9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah
kosmologi Sunda akan jumlah hari
yang diterangi matahari dan harapan
akan kejujuran dalam mebina
kehidupan rumah tangga.
Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua
keluarga calon pengantin. Rombongan keluarga
calon pengantin Pria datang ke kediaman calon
pengantin perempuan. Selain membawa mas
kawin, biasanya juga membawa peralatan
dapur, perabotan kamar tidur, kayu bakar,
gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Di
daerah Priangan, susunan acara upacara akad
nikah biasanya sebagai berikut:
Pembukaan:
1. Penyambutan calon pengantin Pria,
dalam acara ini biasanya dilaksanan
upacara mapag.
2. Mengalungkan untaian bunga melati
3. Gunting pita
Penyerahan calon Pengantin Pria:
1. Yang mewakili pemasrahan calon
pengantin pria biasanya adalah orang
yang dituakan dan ahli berpidato.
2. Yang menerima dari perwakilan wanita
juga diwakilkan
Akad Nikah:
1. Biasanya diserahkan pada KUA
2. Pada hari pernikahan, calon pengantin
pria beserta para pengiring menuju
kediaman calon pengantin wanita,
disambut acara Mapag Penganten yang
dipimpin oleh penari yang disebut
Mang Lengser. Calon mempelai pria
disambut oleh ibu calon mempelai
wanita dengan mengalungkan
rangkaian bunga. Selanjutnya upacara
nikah sesuai agama dan dilanjutkan
dengan sungkeman dan sawer.
Setelah akad nikah, masih dilakukan beberapa
upacara, yaitu:
Saweran.
Merupakan upacara memberi nasihat kepada
kedua mempelai yang dilaksanakan setelah
acara akad nikah. Melambangkan Mempelai
beserta keluarga berbagi rejeki dan
kebahagiaan. Kata sawer berasal dari kata
panyaweran , yang dalam bahasa Sunda berarti
tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung
genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini
diambil dari tempat berlangsungnya upacara
adat tersebut yaitu panyaweran.Berlangsung di
panyaweran (di teras atau halaman). Kedua
orang tua menyawer mempelai dengan diiringi
kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor
yang diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis,
permen. Kedua Mempelai duduk berdampingan
dengan dinaungi payung, seiring kidung selesai
di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin yang
menyaksikan berebut memunguti uang receh
dan permen. Bahan-bahan yang diperlukan dan
digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah
lepas dari simbol dan maksud yang hendak
disampaikan kepada pengantin baru ini,
seperti :
1. beras yang mengandung symbol
kemakmuran. Maksudnya mudah-
mudah setelah berumah tangga
pengantin bisa hidup makmur
2. uang recehan mengandung symbol
kemakmuran maksudnya apabila kita
mendapatkan kemakmuran kita harus
ikhlas berbagi dengan Fakir dan yatim
3. kembang gula, artinya mudah-mudah
dalam melaksanakan rumah tangga
mendapatkan manisnya hidup berumah
tangga.
4. kunyit, sebagai symbol kejayaan
mudah-mudahan dalam hidup berumah
tangga bisa meraih kejayaan.
Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu
dilemparkan, artinya kita harus bersifat
dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada
upacara adat nyawer adalah sebagai berikut :
KIDUNG SAWER
Pangapunten kasadaya
Kanu sami araya
Rehna bade nyawer heula
Ngedalkeun eusi werdaya
Dangukeun ieu piwulang
Tawis nu mikamelang
Teu pisan dek kumalancang
Megatan ngahalang-halang
Bisina tacan kaharti
Tengetkeun masing rastiti
Ucap lampah ati-ati
Kudu silih beuli ati
Lampah ulah pasalia
Singalap hayang waluya
Upama pakiya-kiya
Ahirna matak pasea
Meuleum Harupat ( Membakar Harupat )
Mempelai pria memegang batang
harupat,pengantin wanita membakar dengan
lilin sampai menyala. Harupat yang sudah
menyala kemudian di masukan ke dalam kendi
yang di pegang mempelai wanita, diangkat
kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh
jauh. Melambangkan nasihat kepada kedua
mempelai untuk senantiasa bersama dalam
memecahkan persoalan dalam rumah tangga.
Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air
adalah untuk mendinginkan setiap persoalan
yang membuat pikiran dan hati suami tidak
nyaman.
Buka pintu
Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan
tanya jawab dengan pantun bersahutan dari
dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat
syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin
masuk menuju pelaminan..Dialog pengantin
perempuan dengan pengantin laki-laki seperti
berikut ini :
KENTAR BAYUBUD
Istri : Saha eta anu kumawani
Taya tata taya bemakrama
Ketrak- ketrok kana panto
Laki-laki : Geuning bet jadi kitu
Api-api kawas nu pangling
Apan ieu teh engkang
Hayang geura tepung
Tambah teu kuat ku era
Da diluar seueur tamu nu ningali
Istri : Euleuh karah panutan
Nincak Endog (Menginjak Telur)
Mempelai pria menginjak telur di baik papan
dan elekan (Batang bambu muda), kemudian
mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria
dengan air di kendi, me ngelapnya sampai
kering lalu kendi dipecahkan berdua.
Melambangkan pengabdian istri kepada suami
yang dimulai dari hari itu.
Ngaleupas Japati ( Melepas Merpati )
Ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil
masing masing membawa burung merpati yang
kemudian dilepaskan terbang di halaman.
Melambang kan bahwa peran orang tua sudah
berakhir hari itu karena kedua anak mereka
telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.
Huap Lingkung (Suapan)
1. Pasangan mempelai disuapi oleh kedua
orang tua. Dimulai oleh para Ibunda
yang dilanjutkan oleh kedua Ayahanda.
2. Kedua mempelai saling menyuapi,
Tersedia 7 bulatan nasi punar ( Nasi
ketan kuning ) diatas piring. Saling
menyuap melalui bahu masing masing
kemudian satu bulatan di perebutkan
keduanya untuk kemudian dibelah dua
dan disuapkan kepada pasangan .
Melambangkan suapan terakhir dari orang tua
karena setelah berkeluarga, kedua anak mereka
harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup
mereka dan juga menandakan bahwa kasih
sayang kedua orang tua terhadap anak dan
menantu itu sama besarnya.
Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar)
Kedua mempelai duduk berhadapan sambil
tangan kanan mereka memegang kedua paha
ayam bakakak di atas meja, kemudian pemandu
acara memberi aba – aba , kedua mempelai
serentak menarik bakakak ayam tersebut
hinggak terbelah. Yang mendapat bagian
terbesar, harus membagi dengan pasangannya
dengan cara digigit bersama. Melambangkan
bahwa berapapun rejeki yang didapat, harus
dibagi berdua dan dinikmati bersama.
Numbas
Upacara numbas biasa dilaksanakan satu
minggu setelah akad nikah. Upacara numbas
mengandung maksud untuk memberi tahu
kepada keluarga dan tetangga bahwa pengantin
perempuan “tidak mengecewakan” pengantin
laki-laki. Upacara numbas dilakukan dengan
cara membagi-bagikan nasi kuning.